Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ
(poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk
kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Puisi adalah
salah satu ragam karya sastra yang berisi ungkapan perasaan yang disusun ke
dalam bentuk larik dan bait. Penyair membangun sebuah puisi dengan menggunakan
unsur-unsur penyusun puisi. Unsur-unsur penyusun puisi itu dapat diklasifikasi
menjadi dua macam, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik.
Berdasarkan waktu kemunculannya di Indonesia, puisi
dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: puisi lama, puisi baru, dan puisi
modern. Puisi lama adalah puisi-puisi yang munculnya sejak
zaman purba, lalu berkembang pesat hingga tahun 1820. Puisi lama terbagi
menjadi delapan jenis, yaitu: mantra, pantun, karmina, syair, gurindam,
talibun, seloka, dan bidal. Puisi baru adalah puisi-puisi yang
munculnya mulai tahun 1918 sampai sekitar 1966. Puisi baru ini dipengaruhi gaya
sastra Eropa yang lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam hal bentuk, isi,
maupun gaya bahasanya. Berdasarkan jumlah larik dalam tiap baitnya, puisi baru
dibagi menjadi sembilan macam, yaitu: distikhon, tersina, kuatren, kuin,
sekstet, septim, stanza/oktava, soneta, dan sanjak bebas. Puisi modern adalah
puisi-puisi yang berkembang sesudah tahun 1966 hingga sekarang. Puisi modern
tidak bisa lagi diklasifikasi berdasarkan jumlah larik dalam tiap baitnya
karena puisi modern tidak lagi mau terikat pada aturan jumlah larik. Puisi
modern memiliki sifat yang jauh lebih bebas daripada puisi baru dan puisi lama.
Berdasarkan tingkat kesulitan memahami isinya, puisi modern dibagi menjadi tiga
macam: yaitu (1) puisi diafan, yakni puisi yang biasanya ditulis oleh
anak-anak, isinya mudah dipahami dan tidak memerlukan penafsiran; (2) puisi
prismatis, yakni puisi yang isinya tidak mudah dipahami dan memerlukan
penafsiran, tetapi juga tidak terlalu sulit untuk dipahami; dan (3) puisi
gelap, yakni puisi yang isinya sangat sulit dipahami.
LARIK DAN KALIMAT, BAIT DAN PARAGRAF
Mempelajari perihal puisi, ada hal penting yang
perlu kita pahami lebih dulu, yakni (1) perbedaan antara larik dan kalimat, (2)
perbedaan antara bait dan paragraf.
Larik tidak bisa disamakan dengan kalimat. Larik
dan kalimat memiliki ciri-ciri yang berbeda. Kalimat selalu diawali huruf
kapital dan diakhiri tanda titik. Kalimat selalu memiliki unsur subjek dan
predikat, boleh ditambah pelengkap, keterangan, dan kata sambung. Larik tidak
seperti itu. Larik tidak selalu diawali huruf kapital dan tidak selalu diakhiri
tanda titik. Larik juga tidak selalu memiliki subjek dan predikat, adakalanya
subjek saja atau predikat saja atau keterangan saja. Dari segi isinya, satu
kalimat selalu memiliki satu maksud, sedangkan larik tidak selalu. Bisa saja,
satu larik memiliki dua atau tiga maksud.
Bait juga tidak bisa disamakan dengan paragraf.
Paragraf adalah kumpulan dari kalimat-kalimat yang isinya bisa langsung
dipahami tanpa diperlukan penafsiran-penafsiran. Bait tidak seperti itu. Bait adalah
kumpulan dari larik-larik yang isinya belum tentu bisa langsung dipahami karena
adakalanya masih diperlukan penafsiran-penafsiran. Sebuah bait puisi bila
dibaca oleh orang yang berbeda dan ditafsirkan dengan cara yang berbeda bisa
saja menghasilkan penafsiran yang berbeda.
Fananie (2000:77) menjelaskan bahwa faktor
ekstrinsik adalah segala faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karya
sastra. Faktor ekstrinsik itu bisa berupa tradisi dan nilai-nilai, struktur
kehidupan sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan
hidup, agama, dan lain sebagainya. Dari penjelasan Fananie itu, dapat kita
simpulkan bahwa unsur ekstrinsik puisi adalah hal-hal
di luar puisi yang mempengaruhi penciptaan isi puisi, seperti agama,
sosial budaya, politik, adat, kebiasaan, kenyataan hidup, keindahan alam,
keadaan lingkungan, dan lain sebagainya. Proses penulisan puisi pasti akan
dipengaruhi hal-hal ekstrinsik. Contoh: puisi yang berjudul “Hujan Badai”
(karya Rustam Efendi) tentu isinya dipengaruhi oleh peristiwa hujan badai,
puisi yang berjudul “Cempaka” (karya Amir Hamzah) tentu isinya dipengaruhi oleh
tumbuhan bunga cempaka yang diamati penyair, dan lain sebagainya.
Bagaimana cara menemukan unsur ekstrinsik puisi?
Isi puisi itu merupakan satu-satunya tempat yang digunakan oleh pengarang untuk
mengimplementasikan atau mengekspresikan unsur ekstrinsik puisi. Oleh karena
itu, cara menemukan unsur ekstrinsik puisi adalah dengan memahami isi puisi terlebih
dahulu, kemudian di dalam isi puisi itu, kita cari hal-hal ekstrinsik seperti
nilai-nilai sosial, nilai-nilai agama, norma-norma masyarakat, tradisi, adat
istiadat, kebiasaan, kondisi politik, lingkungan hidup, pandangan hidup, dan
lain sebagainya. Cara lain menemukan unsur ekstrinsik adalah dengan
mewawancarai pengarangnya secara langsung, tentu saja hal ini dapat dilakukan
apabila si pengarang masih hidup dan terjangkau. Cara kedua ini dapat kita
lakukan karena sang pengarang adalah orang yang paling tahu tentang puisi
karangannya. Dialah yang memiliki motivasi, tendensi, pandangan hidup, serta
struktur kehidupan sosial yang tercermin di dalam puisi tersebut. Namun, cara
kedua ini biasanya hanya dilakukan oleh mahasiswa atau peneliti sastra untuk keperluan
penelitian sastra yang betul-betul serius.
Unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur
di dalam puisi yang membangun sebuah puisi sehingga puisi tersebut
menjadi utuh. Unsur intrinsik puisi itu secara garis besar terbagi menjadi dua,
yaitu (1) isi puisi, disebut juga struktur batin (deep structure) dan
(2) kulit puisi, disebut juga struktur kulit (surface structure). Isi
puisi (deep structure) itu dibangun oleh empat unsur, yaitu: (1) tema,
(2) rasa, (3) suasana, (4) nada, dan (5) pesan atau amanat atau maksud puisi.
Kulit puisi (surface structure) itu dibangun oleh enam unsur, yaitu: (1)
tipografi atau perwajahan puisi, (2) rima atau persamaan bunyi, (3) imaji atau
citraan, (4) kata konkret, (5) gaya bahasa, dan (6) diksi atau pilihan kata.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan bagan berikut ini!
(1)
Tema (sense)
Di dalam puisi, terdapat makna. Makna puisi bisa
terdapat pada tataran kata, larik, bait, maupun keseluruhan. Makna puisi adalah
pemahaman kita selaku pembaca terhadap kata, larik, bait, dan keseluruhan teks
puisi. Jadi, sesuatu yang kita pahami itu disebut makna. Kumpulan makna yang
kita peroleh dari kata, larik, bait, dan keseluruhan itu membentuk satu gagasan
pokok. Nah, satu gagasan pokok itu disebut tema. Dengan kata lain, tema puisi
adalah gagasan pokok yang kita simpulkan dari kumpulan makna yang kita peroleh
dari tiap kata, larik, dan bait puisi tersebut.
(2)
Rasa & Suasana (feeling)
Rasa dan suasana sering ada di dalam puisi karena
puisi adalah ungkapan perasaan, tapi keduanya tak selalu ada secara bersamaan.
Oleh karena itu, untuk dapat mengidentifikasi rasa dan suasana puisi, kita
harus dapat memahami isi puisi itu lebih dulu. Sebenarnya, rasa adalah perasaan
atau keadaan hati penyair yang tergambar di dalam isi puisi, sedangkan suasana
adalah suasana yang tergambar dalam isi puisi. Namun demikian, pengertian rasa
dan suasana ini sering disamakan atau dianggap sama karena keduanya sama-sama
hadir dan terimajinasi di dalam hati. Sebagai contoh, seseorang yang berada di
ruang pesta belum tentu merasakan suasana ramai, bisa jadi merasakan suasana
sepi karena perasaannya saat itu sedang sepi.
Perhatikan contoh di bawah ini!
Bersorak jiwaku girang-gemirang
Melihat bendera berkibar-kibar
Tamsil kegembiraan limpah-melimpah
Dalam kencana sinar-suminar
Sebagai angkatan kapal terbang
Gembira dahsyat getaran udara
Begitulah angkatan jaman sekarang
Dunia raya penuh suara
Rasa: gembira dan bangga. Suasana: gembira.
(3)
Nada (tone)
Nada yang dimaksud di sini adalah sikap penyair
terhadap pembaca puisinya, yang tercermin melalui isi puisi tersebut. Dengan
memahami isi dan tema sebuah puisi, biasanya kita akan dapat menangkap sikap
penyair terhadap kita selaku pembaca. Dalam menyampaikan isi puisinya, penyair
bisa menggunakan nada menggurui, sekadar memberi tahu, mendikte, menyalahkan,
menyindir, mengolok-olok, memarahi, mengajak berpikir, mengajak merenung,
menunjukkan masalah pada pembaca, merendahkan pembaca, dan sebagainya.
Perhatikan contoh berikut ini!
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju ke arah padang bakti.
Nada: menasihati pembaca (kutipan puisi
tersebut bernada menasihati pembaca).
(4)
Amanat / Pesan / Maksud (intention)
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh penyair
melalui isi puisinya. Dalam puisi, amanat bisa disampaikan secara langsung
maupun tidak langsung, tapi kebanyakan disampaikan secara tidak langsung.
Perhatikan contoh penyampaian amanat secara tidak
langsung berikut ini!
Jakarta menangis
Melihat anak-anak kecil
Berlarian memburu
Sesuap nasi yang tercecer
Di sudut-sudut kota yang pengap
Amanat: Marilah peduli pada nasib anak-anak
yang kurang beruntung.
Perhatikan contoh penyampaian amanat secara
langsung berikut ini!
Andai pemuda-pemudimu
Memiliki sifat sepertimu
Bersama membangun... menjaga, kerja sama
Demi tercapainya persatuan dan kesatuan
Amanat: hendaknya para pemuda bekerja sama
membangun, serta menjaga persatuan dan kesatuan.
Agar Anda semakin paham, perhatikan contoh analisis
struktur isi puisi berikut ini!
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
Akh, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju ke arah padang bakti.
Isi puisi: seseorang yang sudah tua merasa
menyesal karena sudah menyia-nyiakan masa muda sehingga sekarang ia miskin ilmu
dan miskin harta. Tema: penyesalan. Rasa: menyesal. Suasana:
sedih. Nada: menasihati pembaca. Amanat: jangan
menyia-nyiakan masa muda kita dengan kesenangan dan sikap santai agar kelak
kita tidak miskin ilmu dan tidak miskin harta.
(5)
Tipografi (Perwajahan Puisi)
Tipografi (perwajahan) adalah pengaturan atau
penataan letak kata, larik, dan bait dalam puisi. Penataan letak kata, larik,
dan bait itu bertujuan untuk menciptakan keindahan puisi dan makna puisi.
Tipografi sering digunakan sebagai simbol atau penggambaran makna puisi. Pada
puisi-puisi konvensional, kata-kata ditata dalam deret larik, kemudian beberapa
larik diikat dalam bait-bait secara teratur. Namun, saat ini puisi tidak harus
seperti itu, boleh ditata membentuk gambar-gambar tertentu.
(6)
Rima (Persamaan Bunyi)
Rima adalah persamaan bunyi yang terdapat di dalam
puisi. Rima terbagi menjadi dua macam, yaitu rima horizontal (rima dalam) dan
rima vertikal (rima luar). Rima horizontal adalah rima yang terjadi di dalam
sebuah larik, sedangkan rima vertikal adalah rima yang terjadi di antara dua
larik (atau lebih) yang berbeda. Rima vertikal terbagi menjadi tiga macam,
yaitu rima vertikal awal, rima vertikal tengah, dan rima vertikal akhir.
Perhatikan contoh berikut ini!
Tubuhku kaku terpaku, hatiku pilu
Sepisau luka teteskan darah
Sepisau duka teteskan air mata
Kesempatanku sudah melayang
Kegagalanku datang membayang
Persamaan bunyi [ku] yang ada di
dalam larik ke-1 itu disebut rima horizontal karena persamaan
bunyi tersebut terjadi di dalam satu larik saja. Persamaan bunyi [sepisau]
pada larik ke-2 dan ke-3 itu disebut rima vertikal awal karena
persamaan bunyi tersebut terjadi pada larik yang berbeda dan berada di awal
larik. Persamaan bunyi [uka teteskan] pada larik ke-2 dan
ke-3 itu disebut rima vertikal tengah karena persamaan bunyi
tersebut terjadi pada larik yang berbeda dan berada di tengah-tengah
larik. Persamaan bunyi [ayang] pada larik ke-4 dan ke-5 itu
disebut rima vertikal akhir karena persamaan bunyi tersebut
terjadi pada larik yang berbeda dan berada di akhir larik.
(7)
Imaji (citraan)
Imaji (pengimajian atau citraan) adalah kata atau
kelompok kata yang dapat memberikan imajinasi pengalaman indrawi: penglihatan,
pendengaran, penciuman/pembauan, pengecapan, perabaan, dan perasaan.
Perhatikan contoh berikut ini!
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng
kecil
Senyummu terlalu
kekal untuk kenal duka
Kata-kata yang bergaris bawah tersebut
merupakan imaji penglihatan karena kata-kata tersebut bisa mengimajinasikan
sesuatu yang terlihat oleh mata kita.
Lonceng berdentang merajam
telingaku
Gemericik air seolah
membasuh dahaga
Kata-kata yang bergaris bawah tersebut
merupakan imaji pendengaran karena kata-kata tersebut bisa mengimajinasikan
bunyi yang terdengar telinga.
Manis di kulit
belum tentu manis di
daging
Pahit getir hidup
telah kaulalui
Kata-kata yang bergaris bawah tersebut
merupakan imaji pengecapan karena kata-kata tersebut bisa mengimajinasikan rasa
kecap lidah kita.
Halus mulus terasa
Aku terbuai keras dan lembut
Kata-kata yang bergaris bawah tersebut
merupakan imaji perabaan karena kata-kata tersebut bisa mengimajinasikan hasil
rabaan tangan kita.
Ketika pintu terbuka, semerbak harum
Kian lama, wangi itu kian
membusuk!
Kata-kata yang bergaris bawah tersebut
merupakan imaji penciuman/pembauan karena kata-kata tersebut bisa
mengimajinasikan bau pada hidung kita.
Radang rindu semakin
rindu
Rindu sirna
berganti benci!
Kata-kata yang bergaris bawah tersebut
merupakan imaji perasaan karena kata-kata tersebut bisa mengimajinasikan
perasaan hati kita.
(8)
Kata Konkret
Kata konkret berhubungan erat dengan imaji. Kata
konkret adalah kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra. Jadi, kata yang
digunakan untuk menciptakan imaji adalah kata konkret. Dengan kata lain, kata
konkret adalah kata-kata yang bisa menimbulkan imaji.
Perhatikan contoh berikut ini!
No
|
Imaji
|
Kata Konkret
|
1
|
Penglihatan
|
Merah, kuning, biru, kucing, anjing, ular,
gunung, awan berarak, tanah, batu, dll.
|
2
|
Pendengaran
|
Dengung, deru, ringkik, desing, dengking,
lengking, kicau, kecek, repet, repek, gemertak, kerincing, kelening-kelenung,
gelegak, gelegar, gemericik, dentum, desir, menyuit, dengkur, bising, dll.
|
3
|
Penciuman
|
Asam, pedis, kohong, pesing, apak, basi, bangar,
busuk, anyir, tengik, dll.
|
4
|
Pengecapan
|
Pedas, pahit, asam, gayau, asin, manis, kelat,
dll.
|
5
|
Perabaan
|
Dingin, panas, lembab, basah, kering, kasar,
kasap, kerut, halus, lembut, rata, licin, gelenyar, geli, dll.
|
6
|
Perasaan
|
Sedih, senang, gembira, riang, duka, pedih, kaget,
dll.
|
(9)
Gaya Bahasa
Gaya bahasa bisa terdapat di dalam puisi, bisa pula
dalam cerita atau novel. Gaya bahasa sering digunakan untuk meningkatkan efek
keindahan, menekankan nilai rasa, mengekspresikan perasaan pengarang, dan
lain-lain. Gaya bahasa itu sebenarnya banyak sekali macamnya. Berdasarkan
langsung-tidaknya makna, gaya bahasa terbagi menjadi dua macam, yaitu gaya
bahasa retoris dangaya bahasa kiasan (majas).
(10)
Diksi (Pilihan Kata)
Diksi adalah pemilihan kata-kata atau istilah yang
dilakukan oleh seorang penyair dalam puisinya. Pemilihan kata dilakukan oleh
penyair dengan mempertimbangkan (1) makna kata, (2) nilai rasa suatu kata, dan
(3) bunyi-bunyi kata. Dengan mempertimbangkan tiga hal itu, pemilihan kata
dilakukan oleh penyair untuk keperluan penciptaan tema, amanat/pesan,
nada/rasa, rima (persamaan bunyi), kata konkret, imaji (citraan), ataupun gaya
bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdul Rozak Zaidan, Anita K. Rustapa, &
Hani’ah. 1991. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2.
Diah Erna Triningsih. 2009. Diksi (Pilihan
Kata). Klaten: PT Intan Pariwara.
3.
Gorys Keraf. 1984. Komposisi: Sebuah
Pengantar Kemahiran Bahasa. Cetakan ke-7. Ende, Flores: Penerbit Nusa
Indah.
4.
Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa
(Komposisi Lanjutan I). Cetakan ke-15. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
5.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Edisi ke-3. Cetakan
ke-3. Jakarta: Depdiknas dan Balai Pustaka.
6.
Rachmat Djoko Pradopo. 2008. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Pelajar.
7.
Wahyudi Siswanto. 2008. Pengantar Teori
Sastra. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
8.
Zainuddin Fananie. 2000. Telaah Sastra.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
9. Andik
Wahyu S, Puisi, http://andikws.blogspot.co.id/2011/08/puisi.html#more
, 9 Maret 2016, 22:53.
10. https://id.wikipedia.org/wiki/Puisi , 9 Maret
2016, 23:15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar