Gaya bahasa tidak saja ada di dalam puisi. Di dalam cerpen dan novel
pun, gaya bahasa sering digunakan untuk meningkatkan efek keindahan, menekankan
nilai rasa, mengekspresikan perasaan pengarang, dan lain-lain. Gaya bahasa itu
banyak sekali ragamnya. Berdasarkan langsung-tidaknya makna, gaya bahasa
terbagi menjadi dua macam, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan (majas). Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan
bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang
membuat sebuah karya sastra semakin hidup, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis
sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan
maupun tertulis.
Gaya bahasa retoris adalah gaya penggunaan bahasa untuk menyatakan
sesuatu sebagaimana pada makna denotatifnya (makna yang sebenarnya). Jadi, jika
sesuatu yang dimaksud pengarang masih mengacu pada makna kata yang sebenarnya,
maka penggunaan bahasa tersebut dikategorikan gaya bahasa retoris. Gaya bahasa
retoris itu sebenarnya banyak macamnya, tapi untuk sementara ini hanya dibahas
beberapa saja, yaitu aliterasi, asonansi, repetisi, inversi/anastrof,
hiperbola, dan elipsis sebagaimana berikut ini.
(1) Aliterasi adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud pengulangan bunyi konsonan dalam sebuah
larik atau baris kalimat. Aliterasi disebut juga rima horizontal. Contoh:
▪ Takut titik-titik tinta tumpah
▪ Keras-keras kerak
(2) Asonansi adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal dalam sebuah larik
atau baris kalimat. Asonansi juga disebut rima horizontal. Contoh:
▪ Muka penuh
luka siapa dia
▪ Malu aku lukaku kaku beku seperti
batu
(3) Repetisi adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud pengulangan kata dalam sebuah larik atau
baris kalimat. Repetisi bisa berupa rima horizontal, bisa pula rima vertikal.
Contoh:
▪ Dengan batu
ini, dengan kayu ini, dengan melati di
hatiku, aku datang padamu.
▪ Pergilah bersama angin
malam, bersama berita duka, bersama luka
sukma di hatimu.
(4) Inversi/anastrof adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud penempatan predikat di depan subjek.
Contoh:
▪ Berdiri
aku di pinggir pantai
▪ Senang
aku kau datang
▪ Menari
aku di sini
(5) Hiperbola adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud pernyataan yang terlalu dibesar-besarkan
sehingga terasa bombastis. Hiperbola merupakan kebalikan dari litotes. Contoh:
▪ Jerit
tangisnya melengking mengejutkan seisi kampung
▪ Dari
kepalanya darah mengalir menganak sungai membanjiri tanah kering itu
(6) Litotes adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud pernyataan atau perkataan yang
dikecil-kecilkan atau direndah-rendahkan dengan maksud untuk
merendahkan diri atau agar tidak terlalu tampak kelebihannya. Litotes merupakan
kebalikan dari hiperbola. Contoh:
▪ Kalau
ada waktu, singgahlah ke gubuk kami (= rumah)
▪ Ir. BJ
Habibie sama sekali bukanlah orang bodoh (= pandai, cerdas,
atau jenius)
(7) Eufemisme adalah
gaya penggunaan bahasa yang menggunakan perkataan atau pernyataan atau
kata-kata yang dirasa lebih halus dan lebih sopan, untuk menyatakan suatu
perkataan yang terasa kasar, tidak sopan, atau tidak menyenangkan. Contoh:
▪ Ayahnya
sudah berpulang ke rahmatullah satu tahun yang lalu (= ayahnya sudah mati)
▪ Sejak
pulang dari Malaysia, pikirannya menjadi tidak sehat (= gila)
▪ Anak
Anda masih kurang pengetahuan (= bodoh)
(8) Elipsis adalah
gaya penggunaan bahasa yang berwujud penghilangan atau pelesapan kata dalam
satu larik atau baris kalimat. Gaya bahasa ini paling sering digunakan di dalam
puisi agar padat kata. Contoh:
▪ Ini
barisan tak bergenderang berpalu Ini barisan tak
bergenderang dan tak berpalu
▪ Kepercayaan
tanda menyerbu Kepercayaan merupakan tanda
menyerbu
GAYA BAHASA KIASAN (MAJAS)
Gaya bahasa kiasan disebut juga majas atau gaya bahasa
figuratif. Gaya bahasa kiasan adalah gaya penggunaan bahasa yang menyatakan
sesuatu dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan simbolis. Kata atau
ungkapan simbolik adalah kata atau ungkapan yang mempunyai makna bukan
sebenarnya. Jadi, jika suatu kata atau ungkapan memiliki lain, tidak bermakna
sama dengan kata yang ditulisnya tersebut, maka kata atau ungkapan itu
dikategorikan sebagai majas atau gaya bahasa kiasan. Ada bermacam-macam majas,
tetapi untuk saat ini hanya dibahas beberapa saja, yaitu personifikasi,
simile/persamaan, metafora, dan antifrasis sebagaimana berikut ini.
(1) Personifikasi adalah
gaya penggunaan bahasa yang mengorangkan suatu benda atau tumbuhan untuk
mengkiaskan keadaan benda atau tumbuhan tersebut. Contoh:
▪ Ketika
matahari mulai pulas dalam tidurnya, kami tiba di tempat itu.
▪ Tampak
dari kejauhan, nyiur melambai-lambai.
▪ Meja
kursi termenung berduaan dalam kamar itu.
(2) Simile atau
persamaan adalah gaya penggunaan bahasa yang menyamakan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, untuk mengkiaskan sesuatu yang disamakan tersebut, dengan
menggunakan kata tugas perbandingan, antara lain: seperti, laksana, bagai,
bagaikan, sebagai, bak, dsb. Jadi, ciri khas simile adalah penggunaan kata-kata
tugas perbandingan. Contoh:
▪ Mulutnya seperti pisau
bermata dua
▪ Tutur
katamu laksana bau bangkai
▪ Wajahmu bagai rembulan
di tengah bulan
(3) Metafora hampir
sama dengan simile, tapi bedanya, metafora tidak menggunakan kata tugas
perbandingan. Jadi, metafora merupakan gaya penggunaan bahasa yang menyimbolkan
atau menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara langsung, tanpa
menggunakan kata tugas perbandingan, untuk mengkiaskan sesuatu yang disimbolkan
atau disamakan tersebut. Contoh:
▪ Dewi
malam mulai tampak (= rembulan)
▪ Raja
siang mulai tenggelam (= matahari)
▪ Si
jago merah telah membumihanguskan seluruh isi pasar (= api)
Metafora bisa berupa benda, hewan, tumbuhan, atau apa saja yang sengaja
digunakan untuk menyimbolkan sesuatu atau memberikan persamaan terhadap
sesuatu. Metafora yang seperti itu biasanya tidak bisa diartikan sebelum kita
mengetahui konteksnya. Artinya, metafora yang seperti itu hanya akan bisa
diartikan setelah kita memahami isi teks secara keseluruhan. Majas metafora ini
lebih sering digunakan dalam puisi, tidak dalam cerpen atau novel.
▪ Contoh
1:
Sampai saat tanah moyangku
tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
terdengar langkah hewan bernyanyi
(Dikutip dari Ujung Aspal Pondok Gede karya Iwan Fals)
Pembahasan contoh 1: “Hewan bernyanyi” merupakan
metafora karena “hewan” tersebut sesungguhnya bukan hewan, tetapi orang. Orang
tersebut disebut sebagai “hewan” karena orang tersebut memiliki sifat yang
serakah, egois, dan tidak peduli pada kesengsaraan atau kerugian orang lain.
Jadi, ungkapan “hewan bernyanyi” itu bermakna orang-orang yang serakah,
egois, dan tidak memiliki perasaan itu sedang bergembira menikmati keberhasilannya.
▪ Contoh
2:
Kisah usang tikus-tikus kantor yang suka berenang di
sungai yang kotor.
Kisah usang tikus-tikus berdasi yang suka ingkar janji lalu sembunyi
di balik meja teman sekerja, di dalam lemari dari baja.
Kucing datang, cepat ganti muka, segera menjelma bagai tak tercela
Masa bodoh hilang harga diri. Asal tak terbukti, ah, tentu sikat lagi.
Tikus-tikus tak kenal kenyang, rakus-rakus bukan kepalang
Otak tikus memang bukan otak udang. Kucing datang, tikus menghilang.
Kucing-kucing yang kerjanya molor tak ingat tikus kantor
datang meneror
Cerdik licik tikus bertingkah tengik, mungkin karena sang kucing
pura-pura mendelik
Tikus tahu sang kucing lapar. Kasih roti, jalan pun lancar.
Memang sial, sang tikus teramat pintar atau mungkin si kucing yang
kurang ditatar.
(Dikutip dari “Tikus” karya Iwan Fals)
Pembahasan contoh 2: “Tikus-tikus” merupakan metafora
yang artinya adalah orang-orang yang serakah, licik, dan suka korupsi.
“Kucing-kucing” juga merupakan metafora yang artinya adalah para penegak hukum,
bisa polisi, jaksa, hakim, dan lain-lain. “Roti” juga metafora yang artinya
adalah uang suap.
(4) Antifrasis adalah
gaya penggunaan bahasa yang menyatakan sesuatu dengan mengatakan kebalikannya.
Antifrasis ini bisa berupa sarkasme dan atau ironi.
Apabila sebuah antifrasis bermakna mengolok-olok, maka disebut ironi. Apabila
antifrasis ini berupa perkataan yang kasar, maka disebut sarkasme. Antifrasis
bisa pula berbentuk ironi yang sarkasme apabila sebuah antifrasis memiliki
makna mengolok-olok dan berupa perkataan yang kasar. Contoh:
▪ Penampilan
timnas kita malam ini benar-benar hebat (kenyataannya: timnas
kalah 1-7 melawan AC Milan)
▪ Kau memang
anak terpandai di kelas ini (kenyataannya: paling bodoh)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdul Rozak Zaidan, Anita K. Rustapa, & Hani’ah. 1991. Kamus
Istilah Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2.
Gorys Keraf. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa (Komposisi Lanjutan I). Cetakan
ke-15. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3.
Henry Guntur Tarigan. 1990. Pengajaran Semantik. Cetakan
ke-10. Bandung: Penerbit Angkasa.
4.
Panuti Sudjiman. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta:
Pustaka Jaya.
5.
Rachmat Djoko Pradopo. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode
Kritik, dan Penerapannya. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar.
6.
Suwandi & Mashari. 1983. Kesusastraan Indonesia. Cetakan
ke-3. Surabaya: Penerbit CV Warga.
7.
Wahyudi Siswanto. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Penerbit PT Grasindo.
8.
Zainuddin Fananie. 2000. Telaah Sastra. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
9.
Andik Wahyu S, Gaya Bahasa, http://andikws.blogspot.co.id/2011/08/gaya-bahasa.html#more
, 9 Maret 2016, 23:02.
10. https://id.wikipedia.org/wiki/Majas
, 9 Maret 2016, 23:27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar